Efek
rumah kaca
v Pengertian
Efek Rumah Kaca
Efek rumah kaca adalah suatu proses dimana radiasi
termal dari permukaan atmosfer yang diserap oleh gas
rumah kaca, dan dipancarkan kembali ke segala arah. Mekanisme ini pada dasarnya berbeda dari yang rumah kaca
sebenarnya, yang bekerja dengan mengisolasi udara hangat dalam struktur
tersebut sehingga panas yang tidak hilang oleh konveksi. Efek rumah kaca ditemukan oleh Joseph Fourier pada tahun 1824, dan pertama
kali dilaporkan kuantitatif oleh Svante Arrhenius pada tahun 1896, merupakan
proses pemanasan permukaan suatu benda langit (terutama planet atau satelit)
yang disebabkan oleh komposisi dan keadaan atmosfernya. (Wikipedia, 2011).
Efek
rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala makhluk hidup yang ada di bumi,
karena tanpanya, planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan suhu rata-rata
sebesar 15 °C (59 °F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33 °C
(59 °F) dari suhunya semula, jika tidak ada efek rumah kaca suhu bumi
hanya -18 °C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan Bumi. Akan tetapi
sebaliknya, apabila gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, akan
mengakibatkan pemanasan global.
v Nama-nama
gas yang terdapat pada efek rumah kaca
1. Uap Air (36-70%)
Uap
air adalah gas rumah kaca yang timbul secara alami dan bertanggungjawab
terhadap sebagian besar dari efek rumah kaca. Konsentrasi uap air berfluktuasi
secara regional, dan aktivitas manusia tidak secara langsung memengaruhi
konsentrasi uap air kecuali pada skala lokal.
Dalam model iklim,
meningkatnya temperatur atmosfer yang disebabkan efek rumah kaca akibat gas-gas
antropogenik akan menyebabkan meningkatnya kandungan uap air di troposfer,
dengan kelembapan
relatif yang
agak konstan. Meningkatnya konsentrasi uap air mengakibatkan meningkatnya efek
rumah kaca; yang mengakibatkan meningkatnya temperatur; dan kembali semakin
meningkatkan jumlah uap air di atmosfer. Keadaan ini terus berkelanjutan sampai
mencapai titik ekuilibrium (kesetimbangan). Oleh karena itu, uap air berperan
sebagai umpan balik positif terhadap aksi yang dilakukan manusia yang
melepaskan gas-gas rumah kaca seperti CO2. Perubahan dalam jumlah
uap air di udara juga berakibat secara tidak langsung melalui terbentuknya
awan.
2. Karbondioksida (9-26%)
Manusia
telah meningkatkan jumlah karbondioksida yang dilepas ke atmosfer ketika mereka
membakar bahan bakar
fosil, limbah padat, dan kayu untuk menghangatkan
bangunan, menggerakkan kendaraan dan menghasilkan listrik.
Pada saat yang sama, jumlah pepohonan yang mampu menyerap karbondioksida
semakin berkurang akibat perambahan hutan untuk diambil kayunya maupun untuk
perluasan lahan pertanian.
Walaupun
lautan dan proses alam lainnya mampu mengurangi karbondioksida di atmosfer,
aktivitas manusia yang melepaskan karbondioksida ke udara jauh lebih cepat dari
kemampuan alam untuk menguranginya. Pada tahun 1750, terdapat 281 molekul
karbondioksida pada satu juta molekul udara (281 ppm). Pada Januari 2007,
konsentrasi karbondioksida telah mencapai 383 ppm, pada gambar 3 (peningkatan
36 persen). Jika prediksi saat ini benar, pada tahun 2100, karbondioksida akan
mencapai konsentrasi 540 hingga 970 ppm. Estimasi yang lebih tinggi malah
memperkirakan bahwa konsentrasinya akan meningkat tiga kali lipat bila
dibandingkan masa sebelum revolusi
industri.
3. Metana (4-9%)
Metana yang
merupakan komponen utama gas alam juga
termasuk gas rumah kaca. Ia merupakan insulator yang efektif, mampu menangkap
panas 20 kali lebih banyak bila dibandingkan karbondioksida. Metana dilepaskan
selama produksi dan transportasi batu bara, gas alam,
dan minyak bumi.
Metana juga dihasilkan dari pembusukan limbah organik di tempat pembuangan
sampah (landfill), bahkan dapat keluarkan oleh hewan-hewan tertentu,
terutama sapi,
sebagai produk samping dari pencernaan. Sejak permulaan revolusi industri pada
pertengahan 1700-an, jumlah metana di atmosfer telah meningkat satu setengah
kali lipat.
4. Nitrogen Oksida
Nitrogen
oksida adalah gas insulator panas yang sangat kuat. Ia dihasilkan terutama dari
pembakaran bahan bakar fosil dan oleh lahan pertanian. Nitrogen oksida dapat
menangkap panas 300 kali lebih besar dari karbondioksida. Konsentrasi gas ini
telah meningkat 16 persen bila dibandingkan masa pre-industri.
5. Gas lainnya
Gas
rumah kaca lainnya dihasilkan dari berbagai proses manufaktur. Campuran
berflourinasi dihasilkan dari peleburan alumunium. Hidrofluorokarbon (HCFC-22)
terbentuk selama manufaktur berbagai produk, termasuk busa untuk insulasi,
perabotan (furniture), dan tempat duduk di kendaraan. Lemari pendingin di
beberapa negara berkembang masih menggunakan klorofluorokarbon (CFC)
sebagai media pendingin yang selain mampu menahan panas atmosfer juga
mengurangi lapisan ozon (lapisan
yang melindungi Bumi dari radiasi ultraviolet).
Komsumsi CFC tertinggi terdapat pada Negara-negara maju. Amerika Serikat
mengkomsumsi hampir sepertiga komsumsi CFC dunia.
v Dampak Efek Rumah Kaca Terhadap
Lingkungan dan Perekonomian.
1. Dampak terhadap
lingkungan
Banyak
jenis makhluk hidup akan terancam punah akibat perubahan iklim dan gangguan
pada kesinambungan wilayah ekosistem (fragmentasi ekosistem). Terumbu karang
akan kehilangan warna akibat cuaca panas, menjadi rusak atau bahkan mati karena
suhu tinggi. Para peneliti memperkirakan bahwa 15%-37% dari seluruh spesies
dapat menjadi punah di enam wilayah bumi pada 2050. Keenam wilayah yang
dipelajari mewakili 20% muka bumi (Jhamtani, 2007).
Terutama yang termasuk kedalam kelompok
stenotermal yang memiliki daya toleransi atau kisaran suhu yang sempit. Berbeda
dengan hewan eurytermal yang memiliki kisaran toleransi suhu yang luas (Swasta,
2003). Terumbu karang memiliki peranan penting bagi
keanekaragaman organisme laut. Masalah secara global terjadi akibat semakin
meningkatnya kandungan karbon dioksida dan efek rumah kaca pada atmosfer dan
mendorong naiknya suhu permukaan laut (yang diduga juga menyebabkan pemutihan
dan kematian karang) serta meningkatkan derajat keasaman air laut. Air laut
yang semakin asam akan membuat ion karbonat berkurang sehingga menurunkan
kemampuan karang untuk membangun kerangka. Jika terumbu karang tidak dapat
beradaptasi maka akan mempengaruhi fungsi ekosistem terumbu karang dan struktur
geologi terumbu karang serta mempengaruhi fungsi pesisir dan juga akan
mempengaruhi masayarakat sekitar yang bergantung dari ekosistem terumbu karang.
2. Dampak Terhadap
Perekonomian
Kehilangan
lahan produktif akibat kenaikan permukaan laut dan kekeringan, bencana, dan
risiko kesehatan mempunyai dampak pada ekonomi. Sir Nicolas Stern, penasehat
perdana menteri Inggris mengatakan bahwa dalam 10 atau 20 tahun mendatang
perubahan iklim akan berdampak besar terhadap ekonomi. Stern mengatakan bahwa
dunia harus berupaya mengurangi emisi dan membantu negara-negara miskin untuk
beradaptasi terhadap perubahan iklim demi kelangsungan pertumbuhan ekonomi. Ia
menjelaskan bahwa dibutuhkan investasi sebesar 1% dari total pendapatan dunia
untuk mencegah hilangnya 5%-20% pendapatan di masa mendatang akibat dampak
perubahan iklim.
Belum
ada data komprehensif mengenai dampak perubahan iklim di Indonesia. Namun beberapa
data menunjukkan bahwa:
a) Suhu
rata-rata tahunan menunjukkan peningkatan 0,30C sejak tahun 1990.
b) Musim
hujan datang lebih lambat, lebih singkat, namun curah hujan lebih intensif
sehingga meningkatkan risiko banjir. Pada 2080 diperkirakan sebagian Sumatera
dan Kalimantan menjadi 10-30% lebih basah pada musim hujan; sedangkan Jawa dan
Bali 15% lebih kering.
c)
Variasi musiman dan cuaca ekstrim diduga meningkatkan risiko kebakaran hutan
dan lahan, terutama di Selatan Sumatera, Kalimantan, dan Sulawesi (CIFOR, 2004)
d) Perubahan
pada kadar penguapan air, dan kelembaban tanah akan berdampak pada sektor
pertanian dan ketahanan pangan. Perubahan iklim akan menurunkan kesuburan tanah
sekitar 2% sampai dengan 8%, diperkirakan akan mengurangi panen padi sekitar 4%
per tahun, kacang kedelai sekitar 10%, dan jagung sekitar 50%.
e) Kenaikan
permukaan air laut akan mengancam daerah dan masyarakat pesisir. Sebagai contoh
air Teluk Jakarta naik 57 mm tiap tahun. Pada 2050, diperkirakan 160 km2 dari
kota jakarta akan terendam air, termasuk Kelapa Gading, Bandara Sukarno-Hatta
dan Ancol (Susandi, Jakarta Post, 7 Maret 2007).
f) Di
Bali kerusakan lingkungan pada 140 titik abrasi dari panjang panti sekitar 430
km. Laju kerusakan pantai di Bali diperkirakan 3,7 Km per tahun dengan erosi ke
daratan 50-100 meter per tahun (Bali Membangun, 2004). Kerusakan ini ditambah
potensi dampak dari perubahan iklim diduga akan menyebabkan muka air laut naik
6 meter pada 2030, sehingga Kuta dan Sanur akan tergenang (Bali Post, 16
Agustus 2007). Hal ini mengancam keberlangsungan pendapatan dari pariwisata
yang mengandalkan kekayaan dan keindahan pantai dan laut di Bali. Daerah yang
lebih ‘aman’ adalah pantai berkarang yang bersifat terjal, seperti Uluwatu dan
Nusa Penida serta daerah perbukitan dan pegunungan yang saat ini mempunyai
ketinggian di atas 50 meter.
Sumber:
Jhamtani, hira. bali.climatechange@gmail.com
v .
Usaha Menanggulangi Efek Rumah Kaca
Banyak
hal gampang yang bisa kita lakukan untuk mengurangi efek rumah kaca yang
menyebabkan pemanasan global. Caranya, kita bisa mematikan lampu dan peralatan
elektronik saat tidak digunakan. Selain hemat energi dan uang untuk bayar
listrik, juga mengurangi polusi karena penggunaan bahan bakar. Rajin-rajin
memanggil tukang servis AC. Carpooling atau berangkat bareng teman atau
keluarga ke sekolah, tempat les, atau mal. Selain mengurangi kemacetan, kita
juga menghemat energi. Saat mencetak tugas, usahakan memakai dua sisi kertas.
Plastik adalah bahan yang sulit untuk diuraikan. Kalau dibakar, plastik akan
menjadi zat racun atau polusi. Pemakaian kantong plastik saat belanja harus
dikurangi. Seluruh plastik itu hanya menjadi sampah. Coba deh pakai tas karton
atau tas kanvas.
Cara
ini disebut carbon sequestration (menghilangkan
karbon). Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbondioksida di udara
adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi.
Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbondioksida
yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, dan menyimpan karbon dalam
kayunya. Di seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level
yang mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit
sekali karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang
lain, seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah
untuk mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam
mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.
Gas
karbondioksida juga dapat dihilangkan secara langsung. Caranya dengan
menyuntikkan (menginjeksikan) gas tersebut ke sumur-sumur minyak untuk
mendorong agar minyak bumi keluar ke permukaan . Injeksi juga bisa
dilakukan untuk mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak,
lapisan batubara atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan
pengeboran lepas pantai Norowegia, di mana karbondioksida yang terbawa ke
permukaan bersama gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer
sehingga tidak dapat kembali ke permukaan.
v Dampak
program Mobil Murah Taerhadap Efek Rumah Kaca
Menurut saya dengan
adanya program mobil murah sangat memicu naiknya suhu bumi,atau efek rumah kaca.
karena dengan banyaknya orang akan membeli mobil itu, akan mengakibatkan
meningkatnya polusi udara dipermukaan bumi dan penggunaan bahan bakar minyak
yang berlebihan. Mungkin dengan kejadian itu akan mengakibatkan ruang erbuka
hijau akan semakin sedikit. Karena sebagian lahannya akan di bangun jalan raya,
akibat terlalu banyak mobil.